Detail Cantuman

Penyerahan prekursor farmasi golongan obat keras kepada pasien harus
menggunakan resep dokter menurut Permenkes no 3 tahun 2015 pasal 22 ayat 3.
Karena penggunaan prekursor yang tidak sesuai dengan peruntukkannya akan
menimbulkan gangguan kesehatan, intabilitas ekonomi, gangguan keamanan serta
kejahatan internasional, oleh karena itu perlu diawasi secara ketat. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan penjualan obat prekursor jenis
pseudoephedrine golongan obat keras yang menggunakan resep dan tidak
menggunakan resep sebelum dan sesudah inspeksi Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Penelitian ini dilaksanakan di Apotek Kimia Farma no 61 Veteran
Banjarmasin dengan rancangan penelitian menggunakan metode deskriptif.
Populasi yang diambil dalam penelitian adalah penjualan obat prekursor yang
mengandung pseudoephedrine golongan obat keras yang berobat di Kimia Farma
no 61 Veteran Banjarmasin tiga bulan sebelum dan tiga bulan sesudah dilakukan
inspeksi BPOM pada tanggal 5 Oktober 2017. Sampel pada penelitian ini adalah
dengan jenis Non Probability Sampling dengan metode sampling jenuh dengan
obat yang di jual di Kimia Farma no 61 Veteran. Data penjualan yang diperoleh
berdasarkan data di sistem KIS(Kimia Farma Information Sistem) program Kimia
Farma Apotek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan penjualan
obat prekursor jenis pseudoephedrine golongan obat keras yang menggunakan
resep sebelum dan sesudah inspeksi BPOM berdasarkan uji mann whitney u-test
yang dihasilkan nilai signifikansi sebesar 0,579 dan terdapat perbedaan penjualan
obat prekursor jenis pseudoephedrine golongan obat keras yang tidak
menggunakan resep sebelum dan sesudah inspeksi BPOM dengan nilai
signifikansi sebesar 0,000.
Kata Kunci: Penjualan, Obat Prekursor, pseudoephedrine